Solopos, Minggu, 29 Januari 2017
*)Benni Setiawan, Kader Muhammadiyah.
Judul :
Muhammadiyah Berkemajuan, Pergeseran dari Puritanisme ke Kosmopolitanisme
Penulis : Ahmad Najib Burhani.,
Ph.D.
Penerbit :
Mizan, Bandung
Cetakan :
Oktober 2016
Tebal :
216 halaman
Transformasi
Muhammadiyah
Oleh Benni
Setiawan*)
Muhammadiyah
terus “berubah”. Pasalnya, tantangan Muhammadiyah hari ini tentu berbeda dengan
era awal berdirinya Persyarikatan. Muhammadiyah terus berbenah dan menjadi
pelopor gerakan tajdid di Indonesia. Tajdid ala Muhammadiyah senantiasa dinanti
oleh bangsa Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Hal ini dikarenakan
Muhammadiyah telah terbukti berhasil bertahan dan menjadi pemantik perubahan
sosial selama lebih dari seabad. Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi
yang menginspirasi dunia untuk bersikap dan bertindak maju demi peradaban utama
(baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur).
Kosmopolitan
Spirit itu
tak akan pernah mampu menembus batas keutamaan tanpa adanya konsistensi untuk
terus menjadi pioner dan pembawa panji utama gagasan Islam berkemajuan. Ahmad
Najib Burhani dalam buku Muhammadiyah
Berkemajuan, Pergeseran dari Puritanisme ke Kosmopolitanise ini menganggit
sebuah refleksi diri sebagai seorang intelektual yang juga kader Muhammadiyah
terhadap nilai dasar yang sekarang sedang dipromosikan, yaitu Islam Berkemajuan
dan Indonesia Berkemajuan.
Wakil
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2015-2020) ini
menulis bahwa hasil rekomendasi Muktamar Makassar 2015 menunjukkan bahwa
gerakan ini melangkah menuju gerakan Islam yang kosmopolit, siap berdialog dan
berkontribusi dengan berbagai peradaban, bukan gerakan konservatif.
Muhammadiyah sedang dan telah menyusun beberapa fikih baru yang mencerminkan
watak kosmopolitnya. Di antaranya adalah Fikih Air, Fikih Kebencanaan, Fikih
Jurnalitik, dan Fikih Difabel. Dengan itu, Muhammadiyah masih dapat diharapkan
menjadi pilar dari kebinekaan Indonesia dan menangkis tuduhan bahwa mereka
telah dikuasai oleh kelompok yang anti-kemajuan (hal. 45).
Inilah
transformasi Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak tinggal diam menghadapi perubahan
zaman. Ia selalu ada dan memberi solusi bagi setiap masalah yang muncul.
Melalui berbagai fikih yang telah dirumuskan itu menjadi bukti betapa
organisasi ini masih “sehat”. Muhammadiyah masih menjaga api tajdid yang telah
melekat sejak masa kelahiran organisasi yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad
Dahlan pada 1912 ini.
Kemanusiaan Universal
Buku ini
mewartakan kepada kita, eksistensi Muhammadiyah tak akan pernah lekang zaman,
saat semua elemen mau dan mampu membawa panji kemajuan. Muhammadiyah pun akan
terus menjadi kiblat bagi organisasi sosial keagamaan di dunia saat ia terus
menelorkan gagasan baru dan segar untuk kemanusiaan universal.
Muhammadiyah
pun telah membuktikannya. Hal ini tercatat cermat oleh Mitsuo Nakamura dalam
pengantar buku ini. “Muktamar Muhammadiyah meneguhkan jati dirinya dengan
“Islam Berkemajuan”, sebagai gerakan sosial dengan tujuan untuk membawa
Indonesia menuju kemajuan. Gagasan tentang kemajuan ini dimaknai dalam konteks
nilai-nilai kemanusiaan universal. Inilah di antaranya yang menyebabkan
lahirnya banyak resolusi dari Muktamar yang menunjukkan tingkat keberterimaan
yang sangat tinggi terhadap nilai demokrasi dan juga dukungan terhadap
perlindungan hak-hak minoritas. Dalam Muktamar ke-47 di Makassar, Muhammadiyah
juga menyerap semangat untuk melindungi hegemoni dari “Arabisasi” dan membangun
Islam Indonesia dengan dasar kajian kritis terhadap nilai-nilai al-Qur’an.
Salah satunya adalah sikap Muhammadiyah untuk memilih berdiri di belakang
mereka yang mengalami marginalisasi dan diskriminasi” (hal. 26).
Pada
akhirnya, Muhammadiyah berkemajuan adalah langkah awal Persyarikatan mewujudkan
Islam Berkemajuan dan Indonesia berkemajuan. Inilah transformasi abad kedua
Muhammadiyah yang akan dicatat oleh sejarah.
Comments
Post a Comment